Kebijakan Ruang Hunian Yang Pro Emisi

by | Jun 17, 2017 | Berita-ITK

Kebijakan Ruang Hunian Yang Pro Emisi di Kecamatan Balikpapan Utara

Perkembangan kota yang semakin pesat sangat berpengaruh terhadap perkembangan permukiman. Perkembangan kota ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan tempat tinggal. Berdasarkan data BPS Kota Balikpapan dalam 5 tahun terakhir menunjukkan rata-rata peningkatan penduduk sebesar 1,73%. Proporsi penduduk terbanyak berada di Kecamatan Balikpapan Utara dengan peningkatan 5,92% dari tahun 2014-2015. Titik strategis Kecamatan Balikpapan Utara yang merupakan kawasan pinggiran Kota Balipapan menjadikan kecamatan ini menjadi pusat kota kedua dengan ruang terbuka hijau dan hutan lindung yang luas. Sebagai pusat kota kedua, Kecamatan Balikpapan Utara dipengaruhi oleh kegiatan baru seperti Kawasan Industri Kariangau (KIK), Pelabuhan Peti Kemas Industri Kariangau Terpadu, Kampus Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Jalan Tol Balikpapan-Samarinda, dan Jembatan Pulau Balang yang menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan rumah tinggal.

Berdasarkan data laporan RP3KP Disperkim Kota Balikpapan, banyaknya pusat kegiatan baru di Kota Balikpapan menyebabkan peningkatan jumlah rumah tinggal di Kecamatan Balikpapan Utara sebesar 19,9% dari total jumlah rumah tinggal di Kota Balikpapan. Pertumbuhan rumah tinggal tertinggi terjadi di Kecamatan Balikpapan Utara sebesar 8,83%. Adapun program sejuta rumah pemerintahan Jokowi dalam bentuk realisasi Rumah Sederhana Sehat (RSS) bagi masyarakat telah mendorong pertumbuhan rumah di Kecamatan Balikpapan Utara. Potensi pasar rumah murah dan subsidi sangat besar di Kota Balikpapan dimana pada tahun 2016 pengajuan pendirian berjumlah 14.000 unit yang terdiri dari 10.000 rumah subsidi dan 4.000 rumah sederhana non-subsidi. Kesimpulan yang didapatkan adalah minat hunian di Kota Balikpapan sangat tinggi, dan pembangunannya diarahkan di Kecamatan Balikpapan Utara.

Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan menjelaskan bahwa kawasan permukiman diarahkan ke Kecamatan Balikpapan Utara yang menunjukkan bahwa pertumbuhan rumah tinggal telah sesuai dengan dokumen RTRW. Keadaan tersebut memicu peningkatan aktivitas penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang berakibat pada alih fungsi lahan konservasi menjadi daerah kedap air serta menurunnya kuantitas dan kualitas air, potensi banjir, hingga berkurangnya lahan penyerap emisi CO2. Berdasarkan data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) tahun 2015, Kota Balikpapan memiliki tingkat kualitas udara sedang yaitu 91,4% yang berarti masih dalam taraf bagus dan belum tercemar polusi. Oleh karena itu, sebagai calon pusat kota kedua, Kecamatan Balikpapan Utara seharusnya dialokasikan untuk kawasan layak huni yang pro terhadap emisi. Pro emisi berarti produksi emisi dari setiap kegiatan harus mampu seimbang dengan penyediaan ruang terbuka hijau.

Fenomena diatas menginisiasi tim mahasiswa program studi Perencanaan Wilayah dan Kota-Insitut Teknologi Kalimantan yang terdiri dari Nurul Hasanah, Ika Anggraini, Soraya Lizya, Bagus Erik, dan Reza Pratama melalui Program Kreativitas Mahasiswa untuk melakukan penelitian terkait alokasi optimal lahan permukiman di Kecamatan Balikpapan Utara. Kawasan permukiman eksisting di Kecamatan Balikpapan Utara pada tahun 2015 memiliki luas 1.817,7 ha. Adapun penggunaan energi atau total emisi CO2 yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga (bahan bakar memasak, penggunaan bahan bakar transportasi, dan penggunaan listrik) di Kecamatan Balikpapan Utara yaitu sebesar 7.502,66 ton CO2/bulan, maka total emisi yang dikeluarkan selama satu tahun yaitu 90.031.97 ton CO2/tahun sehingga luas lahan yang dibutuhkan untuk menyerap hasil emisi CO2 tersebut minimal 513,88 ha lahan hijau. Dengan demikian untuk menyerap emisi CO2 lahan permukiman, Kecamatan Balikpapan Utara membutuhkan minimal 513,88 ha ruang hijau diluar lahan hutan lindung, yang diharapkan lahan tersebut tetap dipertahankan untuk menciptakan kesimbangan lingkungan dengan perkembangan permukiman saat ini. Berdasarkan total emisi tersebut, setiap satu hektar lahan permukiman di Kecamatan Balikpapan Utara diasumsikan menghasilkan emisi sebesar 49,53 ton CO2/tahun dan untuk satu hektar lahan permukiman membutuhkan minimal 0,28 ha lahan hijau.

Simulasi perhitungan alokasi lahan optimal dengan memperhatikan hubungan lahan permukiman dengan lahan-lahan lainnya serta asumsi emisi yang dihasilkan oleh jenis lahan kategori lainnya sperti industri. Didapatkan bahwa kebijakan alokasi penggunaan lahan pada RTRW sudah mendukung kebijakan tata ruang pro-emisi. Melalui simulasi keseimbangan emisi dari setiap jenis penggunaan lahan didapatkan bahwa alokasi penggunaan lahan ada mengalami surplus penyerapan emisi CO2 baik saat kondisi penyerapan maksimum atau minimum. Dengan demikian, lahan hijau yang dialokasikan lebih dari cukup. Tidak sampai di situ, simulasi juga dilakukan dengan tanpa memperhitungkan lahan hutan lindung yang besar di Balikpapan Utara ini karena fungsi hutan lindung terkait dengan wilayah Kalimantan Timur bukan hanya untuk Balikpapan Utara. Dengan simulasi kedua ini, didapatkan kondisi yang tetap surplus sehingga tanpa mengukur serapan hutan lindung luas lahan penyerap CO2 pada keadaan ini masih mampu menyerap emisi CO2 yang dihasilkan oleh alokasi lahan penghasil CO2. Sejalan dengan hasil diatas, dapat dikatakan bahwa kondisi tingkat emisi Balikpapan Utara sesuai rencana masih dalam keadaan baik. Kebijakan ini sangat sesuai untuk membuat Kota Balikpapan tampil sebagai kota layak huni (liveable city) dengan keunggulan dalam aspek tata kota dan pengelolaan lingkungan secara nasional. Dalam mendukung visi ke-8 Kota Balikpapan yaitu memperkuat daya dukung lingkungan hidup dan mengembangkan pariwisata serta melestarikan keragaman budaya dan kegotongroyongan, strategi yang perlu dilakukan adalah tetap memperhatikan kebijakan tentang mengalokasikan distribusi permukiman secara merata baik secara tingkat kota maupun Kecamatan Balikpapan Utara. Meskipun demikian, perlu adanya distribusi ruang terbuka hijau terutama bersifat publik di masing-masing kelurahan sehingga tidak memusat ke satu bagian kota.

oleh:

Nurul Hasanah I Perencanaan Wilayah dan Kota 2013

 

Bagikan Yuk :
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
Skip to content