Setiap tahun, jutaan ton cangkang kelapa sawit di Indonesia hanya menjadi tumpukan limbah, padahal bahan ini menyimpan potensi luar biasa. Siapa sangka, limbah yang biasanya dibakar atau dibuang begitu saja ini bisa menjadi pengganti kokas batu bara dalam industri baja, dan ikut menyelamatkan bumi?
Indonesia sedang mengejar mimpi besar: memproduksi 10 juta ton baja setiap tahun untuk mendukung pembangunan jalan, jembatan, dan pabrik dalam negeri. Tapi sayangnya, sebagian besar prosesnya masih bergantung pada kokas impor, bahan karbon padat dari batu bara yang digunakan untuk melelehkan bijih besi. Selain mahal dan tidak stabil, kokas ini juga menyumbang emisi karbon besar. Saat dunia mendorong transisi energi bersih, muncul pertanyaan penting: apa kita harus terus impor dan mencemari udara? Atau bisa beralih ke bahan lokal yang lebih hijau.
Indonesia dikenal sebagai penghasil sawit terbesar dunia, dan limbah cangkangnya melimpah ruah. Tapi inilah yang justru menarik perhatian tim peneliti untuk melihat limbah ini bukan sebagai sampah, tapi sebagai sumber energi terbarukan. Melalui proses karbonisasi suhu tinggi, cangkang sawit ini diubah menjadi biokokas, sejenis karbon padat yang bisa digunakan sebagai pengganti kokas batu bara. Tim "Juragan Kokas" yang terdiri dari Ir. Asful Hariyadi, S.T., M.Eng, Dr. Moch Purwanto, M.Si., dan Fikan Mubarok Rohimsyah, S.T., M.Sc. telah membuktikan bahwa hasil biokokas mereka tidak main-main.
Dengan proses khusus pada suhu 600°C, cangkang sawit menghasilkan biochar dengan kandungan karbon tinggi (86,66%), kalor setara batu bara, nol kandungan sulfur, dan sangat reaktif dalam mereduksi bijih hematit menjadi besi murni dengan tingkat konversi mencapai 84,2%. Yang lebih keren lagi, karena berasal dari biomassa, biokokas ini karbon netral. Artinya, karbon yang dilepas saat digunakan sama dengan yang diserap pohonnya saat tumbuh. Ini beda banget dengan kokas batu bara yang penuh jejak karbon fosil.
Penelitian ini juga mendapat dukungan nyata dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) lewat skema hibah riset sawit. Ini bukti bahwa ketika riset akademik bertemu dukungan pengelolaan sawit berkelanjutan, kita bisa melahirkan inovasi yang tak cuma canggih, tapi juga berdampak langsung bagi industri dan lingkungan.
Siapa bilang limbah tak bisa jadi berkah? Cangkang sawit kini jadi pahlawan energi ramah lingkungan untuk industri baja Indonesia. Lewat riset Juragan Kokas ITK dan dukungan BPDPKS, masa depan industri logam nasional tak lagi tergantung impor dan lebih bersahabat dengan bumi.
ITK Tegas dan Transparan: Satgas PPKPT Resmi Dibentuk
Melalui pembentukan Satgas PPKPT ini, ITK menegaskan jati dirinya sebagai kampus yang siap dan responsif terhadap isu kekerasan
Juara 2 Nasional dalam ajang Sharia Economic Competition 2025 yang diselenggarakan oleh Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ)
Artikel ini membahas peresmian FSTI Co-Learning Space dan English Speaking Zone di Institut Teknologi Kalimantan (ITK), hasil kolaborasi dengan PT Telkom Indonesia untuk menciptakan ruang belajar yang inovatif, kolaboratif, dan berwawasan global.