Tahukah kamu bahwa limbah kelapa sawit seperti tandan kosong (TKKS) dan pelepah sawit (PKS) ternyata bisa diubah jadi bahan bakar alternatif? Melalui inovasi Kompor Berbasis Biobriket Alternatif atau yang dikenal dengan nama KOBRA, riset ini menunjukkan bahwa sampah pun bisa menyala jadi harapan energi masa depan.
Setiap tahunnya, Indonesia memproduksi jutaan ton limbah sawit. Alih-alih dimanfaatkan, sebagian besar justru dibiarkan membusuk begitu saja. Padahal, limbah seperti TKKS dan PKS mengandung karbon tinggi yang sangat potensial dijadikan bahan bakar padat. Di sinilah biobriket hadir sebagai solusi mengurangi limbah dan sekaligus menghadirkan sumber energi bersih yang bisa dipakai di dapur rumah tangga.
KOBRA memanfaatkan limbah TKKS dan PKS yang dipadatkan menggunakan perekat alami dari kulit singkong. Tanpa tambahan bahan kimia berbahaya, prosesnya sederhana, ramah lingkungan, dan tentunya berbasis bahan lokal yang mudah ditemukan. Hasilnya? Biobriket berkualitas tinggi dengan kandungan fixed carbon mencapai hampir 90% dan nilai kalor sebesar 6835 Kal/gr, cukup tinggi untuk kebutuhan memasak sehari-hari.
Tak hanya itu, keunggulan lain ada pada daya tahannya. Briket ini memiliki laju pembakaran sebesar 1,96 gram/menit, yang berarti proses memasak jadi lebih efisien dan tahan lama. Kuat tekan hingga 0,91 MPa juga memastikan briket tidak mudah hancur saat disimpan atau digunakan. Kompornya sendiri terbuat dari aluminium 6061 yang ringan, tahan panas, dan mampu bertahan pada suhu tinggi di atas 300°C tanpa menghasilkan senyawa berbahaya.
Uniknya lagi, KOBRA dilengkapi dengan Thermoelectric Generator (TEG) sebuah modul kecil yang mengubah panas jadi listrik. Dengan perbedaan suhu 100°C, alat ini bisa menghasilkan daya hingga 1 Watt, cukup untuk menyalakan kipas kecil. Kalau dipakai 4 jam sehari, energi yang dihemat bisa mencapai 437 kWh per tahun itu setara dengan pengurangan emisi karbon hampir 172 kg CO₂. Bayangkan kalau digunakan secara massal.
Dari sisi ekonomi, KOBRA juga menjanjikan. Biaya produksi hanya sekitar Rp350.000, tapi bisa dijual Rp450.000, cukup untuk menciptakan margin bisnis yang sehat. Dibandingkan dengan kompor LPG atau listrik, KOBRA jauh lebih hemat karena menggunakan bahan bakar dari limbah yang nyaris gratis dan tak butuh sambungan listrik.
Dan yang paling penting: semua pengembangan dan pengujian kompor ini mengikuti standar nasional (SNI 1683:2021) dan standar internasional seperti ASTM. Artinya, KOBRA bukan cuma eksperimen laboratorium, tapi teknologi siap pakai yang bisa langsung bermanfaat untuk masyarakat.
KOBRA adalah bukti bahwa riset dari kampus bisa menjawab tantangan nyata bangsa: soal limbah dan krisis energi. Ini bukan sekadar alat masak, tapi langkah kecil menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan semuanya dimulai dari tumpukan limbah sawit.
Fakultas Pembangunan Berkelanjutan Gelar GERMAS dengan Senam Ling Tien Kung
Fakultas Pembangunan Berkelanjutan ITK sukses menggelar kegiatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dengan senam terapi Ling Tien Kung, dihadiri pimpinan kampus, sebagai komitmen membangun manusia yang sehat secara fisik dan mental.
Magang Zaky Dio Akbar Pangestu di Ozy Games menampilkan seorang mahasiswa ITK yang memimpin pengembangan game horor survival "Dunia Sebrang", yang secara inovatif memadukan mitologi Kalimantan dengan gameplay canggih, sekaligus mengasah kemampuan manajeri
Dua mahasiswa Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Kalimantan (ITK) kembali menorehkan prestasi gemilang dalam ajang Lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) tingkat Kecamatan Balikpapan Utara Tahun 2025. Dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh Pemeri